Beberapa
hari yang lalu, penulis kedatangan tamu dari staf kelurahan setempat, singkat
cerita terungkap pembicaraan bahwa dia ada masalah dengan isterinya yang baru
dinikahinya sekitar 6 bulan yang lalu, dengan berbagai macam alasan dia
kemukakan, bahwa isterinya sangat ‘kepo’ yang ingin tahu segala sesuatu yang
dilakukannya secara detil, sering marah-marah
dan bertengkar dengannya, dan lain sebagainya.
Di
lain hal, 2 orang staf tempat kerja penulis pun walau tidak bersamaan sudah
melakukan perceraian dan yang satu sudah melakukan pernikahan dengan suami yang
baru dan satunya lagi baru melangsungkan lamaran untuk menikah dengan calon
suami yang baru.
Memang,
sebagian besar staf yang bekerja di lingkungan kerja penulis adalah orang-orang
di luar Tuhan, mereka memiliki pemahaman bahwa mantan suaminya adalah bukan
jodohnya, dan selalu berharap bahwa setelah perceraiannya akan menemukan
jodohnya yang sejati.
Pada
kisah yang pertama, penulis sempat melontarkan pemikiran sederhana pada staf
kelurahan tersebut, dengan mengutip kalimat seorang hamba Tuhan di sebuah radio
rohani yang mengatakan bahwa. “Pernikahan itu adalah mencocok-cocokkan hal-hal
yang tidak cocok yang sudah ada di dalam diri kedua pihak yaitu suami dan
isteri.”
Firman
Tuhan di Kejadian 2 : 24 mengatakan, “Sebab itu seorang laki-laki akan
meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya
menjadi satu daging.” Dua pribadi yang sudah sepakat untuk menundukkan diri
dengan saling terikat dan mengikat dalam satu pernikahan untuk membentuk rumah
tangga yang baru, haruslah saling merasa yakin dan seyakin-yakinnya bahwa
pasangannya merupakan pasangan hidup yang Tuhan pilih. Tapiiiiiiiiii….. dengan
catatan, bahwa dalam memilih dan menetapkan seseorang menjadi pasangan hidup
haruslah sesuai dengan firman Tuhan antara lain :
1. “Janganlah
kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang
dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat
antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu
dengan gelap?” (2 Kor 16 : 14) Kata ‘seimbang’ dapat ditafsirkan
sebagai : a. Seiman; b. perekonomian yang cukup, maksudnya supaya kedua
pihak mau saling menerima sesadar-sadarnya terhadap kondisi keuangan,
pekerjaan masing-masing supaya jangan sampai karena si Isteri gajinya
puluhan juta sedangkan sang suami cuma beberapa juta saja sehingga potensi
suami minder atau isteri yang jadi arogan terhadap suami, dsb; c. Nama
baik keluarga, ini juga perlu diperhatikan bagi kedua pasangan untuk
mengetahui, memahami dan siap menerima konsekuensi yang mungkin timbul,
misal ayahnya mantan narapidana, atau adik/saudara tersangkut narkoba dan
lainnya.
2. Matius19:19, “hormatilah ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu manusia
seperti dirimu sendiri." Firman Tuhan menekankan kalimat ‘Hormati
ayah dan ibumu’ berkali-kali bisa lebih dari 5-10 kali. Kita ketika
memberitahukan kepada orang tua kita perihal calon isteri kita, baiklah
kita mau dengan rendah hati mendengarkan pendapat atau komentar orang tua
kita, orang tua yang bijak apalagi juga sebagai umat Tuhan haruslah kita
pertimbangkan segala keputusannya, sebab kita pribadi tidak akan dapat
melihat ‘kekurangan-kekurangan’ yang ada pada pasangan kita kalau bukan
orang lain yaitu orang tua kita yang mungkin dapat melihat
kekurangan-kekurangan yang ada. Bila orang tua kita tidak menyetujuinya,
terima dan renungkan, janganlah langsung mempertentangkannya, bawalah
dalam pergumulan doa kita. Mintalah nasehat pada para hamba Tuhan,
benarkah yang diputuskan oleh orang tua kita? Jangan bahas masalah ini
pada teman-teman sebaya anda, sebab kemungkinan besar Anda akan berada
dalam masalah besar. Bila kedua orang tua akhirnya menyetujuinya, maka
yakinlah, apapun konsekuensinya, pasangan ini adalah pilihan kita sendiri.
3. Keduanya selain seiman, namun
juga harus membaca, mengerti dan memahami firman Tuhan, ada beberapa ayat
yang ditulis oleh Rasul Paulus mengenai suami isteri antara lain : I
Petrus 3:7, “Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan
isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman
pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan
terhalang.” Dan Efesus 5:33, “Bagaimanapun juga, bagi kamu
masing-masing berlaku: kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan
isteri hendaklah menghormati suaminya.”
4. Tidak melakukan hubungan sex
sebelum menikah. Inilah bukti bahwa masing-masing pasangan saling
menghormati dan saling menjaga untuk tidak saling merusak dengan melakukan
hubungan sex sebelum menikah. (II Korintus
7:1, “Saudara-saudaraku yang
kekasih, karena kita sekarang memiliki janji-janji itu, marilah kita
menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan
demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah.”)
Sebab pasangan hidup atau yang disebut
jodoh, akan benar-benar mendapatkannya apabila kita meyakininya. Bila Anda
belum yakin, jangan ambil keputusan gegabah, selama masa pertemanan/
penjajakan, kenalilah karakternya, kebiasaannya, cara-cara berpikirnya, mimpi,
keinginannya, cita-citanya dan sikap dalam pergaulannya.
Mencari jodoh itu bukan sekali lagi
bukan seperti semudah gonta-ganti baju, bila sudah bosan dengan isteri yang
sekarang, tinggal diceraikan saja, lalu cari isteri baru, klo kaga cocok dengan
selera, tinggal diceraikan lagi, dan seterusnya.
“Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN,
Allah Israel -- juga orang yang menutupi pakaiannya dengan kekerasan, firman
TUHAN semesta alam. Maka jagalah dirimu dan janganlah berkhianat!” Maleakhi 2:16
picture : www.theinvestigator.co.nz
written by : admin